Recent comments

ads header

Breaking News

JEBAKAN DIFERENSIASI MEREK



Oleh: Darmadi Durianto Lim


Semakin banyak pemain di pasaran memaksa para pemasar untuk berpikir lebih kreatif agar merek-mereknya memenangkan persaingan. Jurus-jurus konvensional tentu saja akan membuahkan hasil yang konvensional dan tak mampu menonjolkan keunggulan merek. Ibarat mengendarai mobil, semua memasuki jalan tol yang sama. Akibatnya arus lalu lintas di jalan tol itu padat, bahkan bisa macet total.

Itulah sebabnya mengapa para pemasar perlu mengambil cara-cara yang lebih cerdas, lebih diferensial, yang oleh Kim W. Chan dan Mauborgne Renee disebut Blue Ocean Strategy. Pemasar harus berani meninggalkan samudera merah dan masuk ke samudera biru pemasaran. Di samudera biru itulah merek kita menyeberang sendirian dan tak ada yang mengikutinya.

Sementara Philips Kotler menyatakan bahwa merek akan lebih unggul daripada pesaing apabila merek itu mengusung diferensiasi yang kuat sehingga memiliki konsumen yang berbeda. Identifikasi atas diferensiasi-diferensiasi yang unggul itulah yang wajib disajikan para pemasar merek itu sendiri. Harley-Davidson bisa menjadi contoh bagaimana pemasar secara pintar menampilkan kelebihan-kelebihan merek tersebut sehingga tampil beda.

Pada dasarnya, teori pemasaran ini bisa diaplikasikan secara dinamis oleh pemasar, tergantung kategori apa yang dimasukinya. Di pasar telepon seluler, misalnya, sebetulnya awalnya BlackBerry tidak akan jadi “apa-apa” seandainya tidak memiliki BlackBerry Messanger yang dijalankan menggunakan sistem operasi dan server sendiri. Merek asal Kanada itu unggul karena mampu menggebrak pasar melalui teknologi yang mendukung terbentuknya komunitas digital.

Garuda Indonesia, umpamanya, mungkin nasibnya akan seperti Merpati Nusantara Airlines jika ia tak dikelola dengan berbeda: menyasar segmen menengah atas dengan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing. Coba saja Garuda itu bukan maskapai milik pemerintah, tak menawarkan layanan penuh, barangkali kini tinggal kenangan karena mati digerogoti Lion Air dan kompetitor lainnya. Di bursa saja, harga sahamnya malah turun, bukannya naik.



Salah Kaprah

Sesungguhnya ada beberapa hal yang telah salah kaprah dipahami oleh para pemasar dalam membangun mereknya. Asumsi-asumsi yang salah itu pada intinya disebabkan karena strategi yang serba-dangkal dan mengambang. Produk O, misalnya, menjadi tidak laku di pasaran karena memang tidak memiliki diferensiasi yang jelas.

Lihatlah puluhan merek ponsel lokal yang muncul ke pasaran beberapa tahun terakhir ini. Mereka kebanyakan “nyemplung” ke samudera merah, rela bersaing hingga berdarah-darah, tanpa dibekali diferensiasi yang jelas. Kalau diferensiasi-nya saja sudah tidak jelas, merek itu jadi ngak jelas juga di pasaran. Ide diferensiasi harus jelas, kalau bermaksud masuk ke pasar dan tidak bisa menunjukkan apa perbedaannya dengan pemain lain, maka biasanya akan masuk dalam “commodity trap” yang ujung-ujungnya berakhir ke price war.

Proton, merek mobil asal negeri Jiran Malaysia, masuk ke Indonesia dengan diferensiasi yang tidak kuat . Kalau bilang kualitas produk yang baik, merek-merek yang lebih dulu ada, terutama dari Jepang, sudah lebih dipercayai. Mau mengatakan layanannya bagus, merek lain sudah punya semuanya. Sehingga merek tampak kesusahan mencuri ceruk pasar yang lebih besar. Apalagi sentimen negatif Indonesia-Malaysia begitu melekat di pasar kedua negara.

Tugas pemasar dalam menciptakan diferensiasi adalah mencoba mengalihkan irama yang monoton di pasar ke arah ide yang yang mempunyai irama yang indah dan berbeda. Ada dua hal yang harus dipenuhi : pertama, ide diferensiasi nya harus kompetitif, artinya harus ada elelemen yang unik /khas. Byron sharp bahkan berpendapat bahwa konsep diferensiasi sudah usang, sekarang pemasar harus menganut konsep distinctiveness.Kedua, ide diferensiasi harus memiliki competitive mental angle, artinya diferensiasi yang di jual harus mendapat tempat di benak konsumen. Jadi acuan dalam konsep diferensiasi adalah competitive mental angle.

Banyak juga yang menganggap bahwa diferensiasi yang bisa dilakukan saat ini hanyalah melalui difereniasi yang mengacu pada feature & benefits. Hanya melakukan perubahan pada fitur produk atau penambahan benefit produk, misalnya menambah aroma, cita rasa baru, kemasan baru, logo baru. Tujuannya hanya agar nampak beda dari yang terdahulu. Kecap manis ABC misalnya hanya menambah rasa pedes, jadilah kecap manis pedes, Larutan penyegar cap kaki tiga melakukan extension ke rasa lychee, orange, dan sebagainya. Ide atau cara diferensiasi seperti itu sering disebut sebagai line-extension differentiation approach. Pendekatan ini sering dilakukan oleh pemasar karena merupakan cara termudah, tetapi untuk menghadapi tekanan persaingan, mungkin pendekatan semacam ini sudah tidak terlalu mumpuni.

Saat ini sudah bekembang customers’ experience life approach dalam pengembangan strategi diferensiasi. Pendekatan yang mendasarkan pada cara konsumen membeli dan menggunakan produk tersebut dalam kehidupan mereka. Kita bisa melihat bagaimana cara Singapore Airline menggunakan konsep ini, juga apa yang dilakukan oleh Apple untuk produk-produknya seperti Ipad dan Iphone , dimana Steve Job mencoba untuk memberitahukan kepada konsumen alasan mereka menyukai dan membutuhkan Ipad. Steve Job membuat diferensiasi Ipad menjadi sangat hidup .

Jadi, dalam menentukan strategi pemasaran merek, susunlah sedetail mungkin agar merek Anda tidak mengambang di pasaran. Pahamilah serinci-rincinya mengenai ide diferensiasi merek Anda, supaya merek Anda tidak seperti hantu gentayangan. Modal yang besar bukan jaminan merek itu sukses di pasar karena kesuksesan itu ditentukan oleh bagaimana pemasar mengusung strategi dan taktik pemasarannya. Jadi, sekali lagi, jangan jadikan merek Anda sebagai hantu gentayangan hanya karena salah menciptakan diferensiasi. Pakailah pendekatan diferensiasi yang jitu. Jangan terjebak.

Tidak ada komentar